Rabu, Maret 17, 2010

Tuhan siapa yang tidak adil?



"Kekuatanku terletak pada kelemahanku"
(Badiuzzaman Said, Pahlawan dan Ulama dari Turki)

Suatu hari aku sangat ingin menangis karena beratnya persoalan yang kuhadapi. Dihari yang lain, aku bahkan merasa betapa hidup ini sangat-sangat menyedihkan. Musibah datang silih berganti, kematian, penyakit, kegagalan..semuanya bagai meremukredamkan hati .  Saat-saat seperti ini, barulah aku bisa mengakui bahwa aku cuma makhluk lemah tidak berdaya. Harus ada ALLAH yang menolongku.
Musibah, kesempitan hidup, ancaman bahaya, ketika dibenturkan pada realita yang tak mampu di jangkau oleh akal pikiran, -bagi orang beriman- biasanya kedekatan dan kepasrahannya kepada ALLAH semakin meningkat. Namun ada hal yang perlu direnungi:  
haruskah kesadaran tentang kelemahan diri dan Kebesaran ALLAH baru tumbuh disaat-saat mengalami dan melewati masa sulit? Wajarkah kita "bersyukur" secara 'insidentil' sementara -sungguh- limpahan karunia NYA tak berhenti mengalir membasahi tubuh ini, walau pada saat yang sama justru kita tidak berhenti melakukan dosa dan kesalahan?

Sesungguhnya
manusia penuh kelemahan baik fisik maupun akalnya, sehingga "amat sangat-sangat-sangat" tergantung pada ALLAH. Kesadaran pada ketergantungan kepada ALLAH mestinya selalu ada bahkan waktu dalam keadaan lapang, senang, berkecukupan jasmani dan rohani.
"Kenalilah ALLAH pada saat lapang, niscaya ALLAH akan mengenalimu dalam kesempitan", sabda Rasulullah SAW.


Kegagalan dan keberhasilan, gembira dan kesedihan, sama pentingnya. Ujian bukan cuma kesempitan, sehingga -mestinya- kepasrahan harus hadir setiap saat, dalam duduk, berjalan, berbaring, beraktifitas, bahkan dalam tidur.
Sebagian dari kita mungkin pernah berucap: Tuhan tidak adil....
atau merasa apa gunanya kedekatan dengan ALLAH jika ternyata kedekatan itu tidak menyelamatkannya dari kesulitan, maupun petaka. Bahkan hamba sekelas Nabi pun mengalami kesedihan dan terpaan hidup maha berat, yang mungkin tidak akan sanggup ku hadapi. Alqur'an mengajarkan, "...Sabarlah (sifat) yang lebih baik, dan kepada ALLAHlah tempat meminta tolong"  (Yusuf:18)

Jadi bagi orang beriman, bukan 'dunia' yang jadi ukuran.  Bukan kemenangan dan kegembiraan terus menerus, dan bukan pula selamat dari "sebuah musibah" pertanda  kita "telah diselamatkan".  Sekali lagi,  bukan itu.  Lapang dan sempit sama pentingnya.....sama-sama harus di "syukuri". 

Karena kesempitan dan penyakit maka aku jadi kenal betapa lemahnya tubuhku.....
Karena ketakutan maka aku jadi sangat berharap lindungan NYA...
Karena ketidaksempurnaan maka aku membutuhkan orang lain....
sehingga, karena ALLAH mengaruniakan kelemahan-kelemahan padaku, maka aku bisa menikmati indahnya bekerjasama, saling menolong, dan segala kearifan dan kekariban.
Bayangkan jika engkau dicipta super sempurna, untuk apa ada orang lain?

Kehidupan, ternyata lebih mirip pelangi warna-warni ketimbang foto hitam putih. Bisa jadi aku menyukai sebagian warna, tapi aku tidak akan suka semua warna. Karena itu, mungkin, seorang dapat menjadi pahlawan, berguna bagi banyak orang, adalah karena kemampuannya mengelola perasaannya sedemikian rupa.

Manusia memang lemah, namun karena kelemahan itu, banyak orang yang terbukti sebagai orang 'kuat' karena pertolongan ALLAH. Bukankah dibalik kesulitan ada kemudahan? Sungguh dibalik kesulitan ada kemudahan...

::::::Meski dalam kesempitan hidup,  tidak ada alasan untuk tidak bersyukur::::::

1 komentar:

  1. Segalanya memang harus segera disadari untuk segera disyukuri.....TFS

    BalasHapus